Seorang brahmin mendapat hadiah seekor kambing dari salah seorang muridnya. Dia membawanya ke rumah. Di jalan, tiga penjahat melihat dia. “Mari kita dapatkan kambing itu untuk makan malam kita,” kata salah satu penjahat kepada teman-temannya. Mereka pun lalu menyusun suatu rencana.
Kata salah satu penjahat kepada brahmin, “Mengapa engkau membopong seekor anjing?” Brahmin menjawab, “Anjing? Ini kambing. Apakah engkau buta?”
“Jika engkau mengatakan seekor anjing adalah seekor kambing, ya terserah saja,” kata penjahat dengan sopan lalu pergi.
Brahmin berjalan pulang ke rumah sambil mencela penjahat bodoh itu. Tidak jauh dari tempat itu, penjahat kedua menemui brahmin. “Tuan, engkau adalah brahmin. Mengapa engkau membopong seekor anjing yang koto?” katanya. “Itu tidak sesuai dengan kedudukanmu.”
Brahmin kehilangan kesabarannya. “Apakah ini anjing? Lihat lagi, jika engkau mempunyai mata. Ini seekor kambing.”
“Engkau dapat menamakannya seekor anjing,” bantah penjahat itu dengan tegas lalu berjalan pergi.
Sekarang brahmin berpikir lain. “Dapatkah dua orang yang tidak saling mengenal membuat kesalahan yang sama?” pikirnya. Akan tetapi, dia masih memutuskan untuk membawa binatang itu ke rumah dan menyelidikinya terlebih dahulu.
Segera penjahat ketiga muncul. Dia memanggil brahmin, “Tuan, engkau imam, seorang yang kudus. Bagaimana engkau membopong anjing yang hina? Apa yang orang-orang pikir tentang engkau?”
Sekarang brahmin yakin bahwa dirinya yang keliru. Ketiga orang orang itu tentu tidak berbohong. Dia sungguh membawa seekor anjing dan bukan seekor kambing. Dengan perasaan jengkel brahmin membuang kambing itu dari pergi. Penjahat yang ketiga mengambil kambing itu dan bergabung dengan teman-temannya untuk berpesta.
Godaan yang datang sekali mudah dihindari. Godaan yang bertubi-tubi perlu diwaspadai.
Disadur dari:
Cercah-cercah hikmah, P. Cosmas Fernandes, SVD, Kanisius
Tidak ada komentar:
Posting Komentar