Cari Blog Ini

Jumat, 17 Desember 2010

Jakal Bukanlah Macan

Macan jantan, macan betina, dan dua anaknya hidup rukun. Mereka hidup di tengah hutan berkelimpahan dengan apa saja untuk dimakan dan air segara untuk diminum. 

Macan jantan tugasnya berburu binatang dan membawanya pulang sebagai makanan mereka. Macan betina merawat anak-anak dan rumah mereka.

Pada suatu hari macan jantan pulang ke rumah membawa seekor jakal kecil yang masih hidup. “Hari ini jakal kecil ini akan menjadi makanan kita,” kata si jantan sambil menyerahkan jakal kecil kepada si betina.

Jakal kecil ini menyentuh hati si macan betina. “Dia kecil seperti anak-anak kita. Bagaimana kita dapat membunuh dan memakannya?’ kata si betina memprotes. Dia kemudian memberikan air susu kepada jakal kecil itu dan memutuskan untuk membesarkan seperti anak-anak macan. Dengan demikian, tiga anak itu tumbuh bersama-sama.

Mereka belajar berburu hewan-hewan kecil seperti kelinci. Mereka keluar dari rumah, berkeliaran di rimba untuk belajar menghadapi bahaya. Pada salah satu perburuan, mereka berjumpa dengan seekor gajah. Anak-anak macan memutuskan untuk menantang binatang raksasa itu tetapi saudara mereka, jakal tidak punya keberanian. “Lari!” teriaknya kepada anak-anak macan, “atau binatang besar itu akan membunuhmu.” Sebagaimana jakal berlari secepatnya, demikian juga anak-anak macan.

Di rumah, mereka menceritakan kejadian ini kepada ayah dan induk macan. Keduanya mencaci anak-anak macan karena perasaan takut mereka. “Ingat, kalian berdua adalah macan. Jangan pernah lari dari bahaya. Hadapi bahaya.”

Kepada jakal, induk macana berkata, “Sekarang sudah waktunya bagimu untuk pulang dan bergabung dengan kelompokmu. Jika engkau tetap tinggal di sini, anak-anakku akan menjadikan engkau mangsa mereka.” Itulah hari terakhir bagi jakal bersama macan.


Setiap pribadi itu unik. Jadilah dirimu sendiri.
Disadur dari:
Cercah-cercah hikmah, P. Cosmas Fernandes, SVD, Kanisius

Tidak ada komentar:

Posting Komentar