Pada hari Minggu Adven III seperti biasa Gereja mengajak kita semua merenungkan peran Yohanes Pembaptis dalam karya keselamatan dan persiapan kedatangan Yesus. Yang ditampilkan dalam bacaan Injil hari minggu Adven III tahun A ini adalah Yohanes Pembaptis yang beberapa waktu sebelumnya ditangkap oleh Herodes Antipas (Mat 4:12) dan dimasukkan dalam perjara. Mengapa Yohanes ditangkap oleh Herodes Antipas, ini adalah masalah politik, bahwa seruan pertobatan Yohanes ternyata telah membuat goncangan di masyarakat dan dikhawatirkan akan membahayakan kedudukan Herodes di hadapan penguasa Romawi. Namun ada alasan lain juga selain itu, yaitu bahwa Yohanes telah mengecam keras perkawinan Herodes dengan Herodias yang waktu itu bersuamikan saudara tiri Herodes sendiri (Mat 14:4). Perkawinan seperti itu memang terlarang (Im 18:6). Di dalam penjara, Yohanes masih bisa menerima kunjungan murid-muridnya. Dari murid-murid inilah Yohanes mendengar tentang Yesus yang mulai dikenal oleh masyarakat. Agaknya atas dasar cerita dari murid-muridnya ini Yohanes mulai menduga, bahwa mungkin inilah Mesias yang akan datang itu.
Memang menurut Mat 3:11 Yohanes sudah memaklumkan kedatangan dia yang lebih berkuasa daripadanya, yang akan membaptis dengan Roh dan api sehingga orang dapat memasuki Kerajaan Sorga setelah menerima pembaptisan tobat. Tetapi khan belum jelas baginya siapa orangnya. Ketika Yesus datang kepadanya minta ikut dibaptis, lalu ada pengalaman rohani bahwa sesudah dibaptis terdengar suara dari langit bahwa Yesus itu anak terkasih dan mendapat perkenanan ilahi. Tetapi apakah dia itu yang dinanti-nantikan? Keragu-raguan ini tidak perlu ditafsirkan sebagai kekurangpercayaan, tetapi iman yang hidup tetap butuh informasi yang aktual, bukan sekedar mengamini rumus-rumus.
Dengan mengutus murid-muridnya untuk bertanya kepada Yesus sendiri tentang “pertanyaan” yang hidup dalam hatinya ini agaknya Yohanes mau mengajari para murid untuk (a) mendengar berita yang terpercaya, (b) supaya murid-murid berani mengenal Yesus dengan menemuinya sendiri. Berusaha untuk mengerti tanda-tanda yang bisa membat orang percaya adalah termasuk tindakan beriman. Percaya dan beriman itu seperti semua tindakan manusia, bisa dan butuh dipertanggungjawabkan. Iman bukan hanya perasaan mantap sehidup semati saja. Malah rasa mantap itu bakal kurang berdaya yohanes sendiri sebenarnya menhadapi masalah “teologi dasar” seperti ini. Di hati dan dalam niatan, ia percaya bahwa ada yang bakal datang mengutuhkan warta Kerajaan Sorga. Tapi siapakah dia itu dalam kenyataannya? Orang yang dikabarkan di mana-mana mengerjakan perkara-perkara ajaib itukah?
Yesus meminta agar murid-murid Yohanes melaporkan kepada guru mereka apa yang mereka lihat dan dengar, yakni orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta sembuh, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan, dan kepada orang miskin dibawakan berita gembira. Orang yang bisa percaya tanpa merasa tersinggung dan menyambutnya dengan merdeka boleh merasa bahagia. Mereka itu berarti menerima Kerajaan Sorga (bdk. Mat 5:3 dst). Begitulah kebahagiaan tercapat dengan mencari tahu bagaimana dan dengan cara apa kedatangannya menjadi semakin bermakna dan semakin bisa dinikmati orang zaman ini.
Setelah murid-murid Yohanes pergi, Yesus mulai berbicara mengenai Yohanes. Dikatakannya bahwa orang-orang datang kepada tokoh itu karena tidak seperti “buluh digoyang angin” (ay 7), sebuah ibarat yang mirip ungkapan Indonesia “seperti air di daun talas”. Mereka datang untuk berguru kepada orang yang wataknya kuat, kepada orang yang punya prinsip, berkepribadian. Itulah Yohanes Pembaptis.
Maka tidak salah kalau kita mau berguru kepada Yohanes Pembaptis, orang yang wataknya kuat, punya prinsip dan kepribadian itu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar