Cari Blog Ini

Senin, 25 Oktober 2010

Serigala Menjadi Gembala

S
eekor serigala yang tidak dapat menangkap mangsanya selama beberapa hari menjadi sangat lapar. Ia tidak menemukan cara apapun untuk mendapatkan makanan, maka ia merencanakan suatu muslihat.
Sementara gembala dan anjingnya tertidur lelap, dia merangkak menuju kawanan domba. Dia mengambil topi dan mantel gembala itu lalu mengenakannya. Sekarang domba pasti berpikir bahwa dia adalah gembala mereka dan dia dapat menggiring mereka keluar dari tempat itu dan memakannya satu demi satu.
“Ya, ya,” kata serigala, “Ini rencana yang baik. Dengan rencana ini, sesuatu yang lebih baik akan terjadi. Domba-domba akan mengikuti saya, sebab mereka akan berpikir bahwa saya adalah gembala mereka. Saya akan menggiring mereka langsung ke liang persembunyian saya sehingga mereka tidak dapat melarikan diri. Saya akan mempunyai cukup persediaan makanan untuk beberapa hari dan tidak perlu bersusah payah seperti biasanya.”
Serigala senang ketika melihat gembala dan anjingnya masih tertidur lelap. Lalu, dia membayangkan dirinya sebagai seorang gembala. Hatinya terhibur sehingga dia lupa akan rasa lapar dan hausnya. Serigala itu merangkak mendekati kawanan domba dan tiba-tiba sebuah akal melintas di benaknya, “Saya harus memainkan peran sebagai gembala, lalu saya harus meniru suara gembla.” Selesai berkata demikian, dia berseru meniru suara manusia tetapi yang muncul suara lolongan yang menakutkan, yang membangunkan gembala, anjing, dan kawanan domba.
Gembala dan anjingnya menagkap serigala dan memukulinya sampai setengah mati.
Dengan ketakutan, kesakitan, dan lebih lapar dari sebelumnya, serigala itu merangkak pulang ke liangnya sambil terisak-isak, “Saya merencanakan untuk menjadi seorang gembala, tetapi itu tidak berjalan dengan baik. Memang, saya diciptakan sebagai seekor serigala dan harus puas dengan keadaan saya. Kalau demikian, jauh lebih baik kelaparan untuk sementara waktu daripada dipukuli dan kelaparan seperti sekarang ini.”

Yang cerdik tidak selamanya berhasil.
Disadur dari:
Cercah-cercah hikmah, P. Cosmas Fernandes, SVD, Kanisius
  • Menghayati Ekaristi:

Dalam perjalanan sejarah tampak bahwa Tuhan lebih berkenan memihak yang lemah, agar tiada orang yang menyombongkan dirinya di hadapan-Nya (1Kor 1:28). Ajaran ini masih tetap aktual. Kita cenderung untuk menghitung jasa-jasa kita, supaya berdasarkan itu dapat menghakimi orang lain dan mendapatkan balas jasa bagi diri kita. Tetapi kita hanya dapat berbuat baik, kalau Tuhan memberikannya kepada kita. Doa rendah hati dan jujur membuka hati kita. Semakin orang mengenal dan mencintai Tuhan, semakin ia sadar akan dosa-dosanya serta mohon belas kasih Tuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar