Tentunya ada pertanyaan besar untuk Majalah TERESIA. Kemana dirimu setahun ini? Tak mudah untuk menjawabnya. Namun pengalaman saya membisikkan kesimpulan singkat ini: “adalah lebih mudah mendirikan media tapi lebih sulit menghidupinya”.
Apakah ini masalah dana? Ternyata dana bukan yang terutama. Tapi lebih pada pengorganisasian sebuah karya penerbitan, menciptakan sistem yang memanusiakan manusia. Terlebih ini adalah karya sosial dimana setiap orang yang terlibat di dalamnya selalu membisikkan kata: Ad Maiorem Dei Gloriam. Mudah-mudahan kemuliaan Tuhan kian besar dengan karena karya ini.
Ini adalah organisasi nirlaba & paruh waktu. Seluruh penggiat majalahnya berangkat dari waktu luangnya yang sebenarnya sudah dibagi-bagi dengan hitung-hitungan yang sulit. Dari sekian waktu luang yang ada, yang juga diluangkan untuk anak, istri, teman, saudara, hobi dan hiburan dan istirahat, mereka merelakan bahkan sebagian dari yang sedikit itu untuk diberikan pada majalah ini.
Tak mudah memang. Dengan nirlaba, TERESIA tidak mampu mengikat orang untuk terus ada baginya. Perputaran dana yang ada tak lebih hanya untuk menyambung nafas untuk terbit bulan-bulan mendatang. Dengan paruh waktu, TERESIA tidak bisa menciptakan sistem baku yang ketat untuk para penggiatnya. Maka azas fleksibilitas menjadi landasan utamanya tanpa melupakan prinsip in omnibus charitas, dalam segalanya adalah cinta kasih.
Maka jangan bertanya: di mana sekretariat Majalah TERESIA atau apa saja asetnya? Sebab menemukan jawaban atas kedua pertanyaan itu hanya bisa dilakukan jika bisa menyatukan mereka yang bergiat di dalamnya. Merekalah sekretariatnya, merekalah aset TERESIA.
Kini TERESIA menikmati kebaruannya muncul lagi di tengah umat. Momen ini menjadi penting, sebab niatan TERESIA adalah selalu ingin mereformasi diri, TERESIA semper reformanda, ingin hadirnya dinanti umat, ingin menjadi entitas kecil yang menumbuhkan sensus chatolicus di tengah umat, ingin membangun constructive critics dan semuanya bermuara kepada keinginan untuk menjadi Gereja yang sempurna.
Tentunya ini adalah cita-cita pers Katolik Indonesia. De-Java Post memulainya di Bogor pada 1903, De Koerier mengikuti kemudian dalam periode 1927-1940. Ada pula Kristus Ratu Itang (1926-1938) di Ende, Veritas di Padang, Soeara Katolik di Jawa, Parbarita di Pematang Siantar dan Hidup di Jakarta, adalah contoh kecil dari sekian banyak pers (baca: majalah) Katolik yang tumbuh di tengah umat di tanah air.
Pun TERESIA ingin tumbuh sejajar dengan semua majalah itu. Dengan visi besar di depan, tentunya lebih mudah bagi TERESIA untuk bergerak menuju pemenuhan cita-citanya.@
Tidak ada komentar:
Posting Komentar