Untuk apa kita bekerja?
Apa kita bekerja untuk makan? Atau kita makan untuk bekerja? Semua orang bekerja. Menanggung lelah, menahan jengkel, memeras pikiran, mengucurkan keringat, menghabiskan tenaga, membanting tulang dari pagi sampai sore.
Bayangkanlah paramedis di UGD yang seharian berdiri menunduk menjahit robekan tubuh korban yang mengerang kesakitan karena ususnya terburai. Atau seorang masinis kereta api yang pukul 3 pagi sudah menyalakan tungku batu bara lokomotif. Atau bahkan bayangkan pekerjaan seorang ibu rumah tangga, yang tak pernah ada habisnya. Untuk apa mereka bekerja? Untuk apa kita bekerja?
Kita bekerja untuk mendapatkan nafkah. Sesempit itukah tujuan kita kerja? Apa hidup ini hanya bertujuan untuk mencari nafkah?
Kita adalah makhluk yang lebih dari sekedar punya mulut dan perut saja. Kita memiliki martabat dan hati nurani. Martabat diri itu tidak akan terwujud dengan hanya ongkang kaki. Karena itulah kita bekerja. Dengan bekerja diri kita diaktualkan. Dengan bekerja diri kita jadi berarti dan memberi arti.
Punya arti dan memberi arti bisa dilakukan tiap orang, betapa pun kecil pekerjaannya. Yang diperbuat seorang penjaga pintu lintasan kereta api bukan sekedar menjaga pintu kereta, tapi menjaga puluhan nyawa manusia. Yang diperbuat ibu bukan sekedar menyiapkan nasi, melainkan menyiapkan masa depan anak-anaknya.
Setiap orang perlu bekerja. Sebab itu, yang diberikan Tuhan kepada Adam pertama-tama adalah pekerjaan, bukan istri. Belajarlah dari semut, yang bekerja dengan rajin dan tekun, tidak banyak bicara dan tida egois. Kerja adalah ibarat senar gitar. Terlalu kencang dia putus, terlalu kendor malah tidak bunyi.
Kita bekerja karena Tuhan bekerja. Tiap pagi Tuhan membangunkan surya. Tiap petang Ia menidurkan senja. Ia meniup awan. Ia meneteskan hujan. Ia menghidupkan indung telur. Ia menghembuskan nafas kehidupan ke jabang bayi. Ia mengajar ikan berenang. Ia mengawasi merpati yang terbang kian kemari.
Ketika kita bekerja, Tuhan berada di dekat kita. Sekali-kali Ia menolah kepada kita. Ia tahu bahwa kita letih. Ia juga letih. Ia pun mengangguk kagum melihat kita melihat saat kita mengerjakan tugas dengan ketekunan.
"Apapun yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan...". Kita bekerja karena hidup ini memiliki arti. Kita bekerja supaya hiduo ini memberi arti. Hidup ini cuma sekali. Sekali berarti sesudah itu mati. Pertanyaannya, apakah hidup kita sekarang ini sudah memiliki arti dan memberi arti?
Selamat bekerja.... Selamat berkarya...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar